Risma's few words

Please visit http://www.wattpad.com/Rismafebst for other story from this blog's owner.


As long as I know. There is two different story in our life. One is dream, and other is reality.

Dream. Everyone have, I mean, everyone must have a dream. It's like the goal of our life. What we are fighting for. What we are dying for. But sometimes, a dream can be hard and hurt. It's depend on reality.

Reality. This is what people scare about. The truth. What we are living now. But you know what? Reality can be better than our dream as long as we are never give up on it. So yeah, it's depend on are we believe in our dream or not.

But in here, I'm gonna show you that we can have both of them. Yeah, you probably right. This is why this page called 'a place for dream and reality'.

How? You may ask?

I'll answer you with 'do you know how much word have a power of you? how a single story can change you?'

So, I, Risma as this blog's owner, will write you that story.

And I will be grateful if you read this. Thank you to waste your time reading my story. I really appreciate it.

Monday, April 23, 2012

Stuck In Your Eyes 1: Found You -Part 3


STUCK IN YOUR EYES: FOUND YOU
( #StuckInYourEyes1 )
Made by @Rismafebst

Part 3
“Unresponsed Kissing”

*Yes. The rumor is true:D Joel itu emang drummernya Freak Morice (salah satu band asal aussie). Kece yeh? Wkwk. Cuma, Joel-nya Freak Morice itu namanya Joel Ferguson. Tapi di story ini namanya diganti jadi Joel Boston. Kalo kata Ferguson-nya dipakai buat nama Lita (Lita Andrea Ferguson). So, Happy Reading Gals and GuysJ*


“How about skateboarding?” Tanya Riccie balik.
Joel tampang berfikir, “Sounds interesting. Okay then.” Joel membuat keputusan.
          Secepat kilat Riccie menarik tangan Joel meninggalkan kantin dan mengambil barang-barang mereka di kelas. Lalu mengambil skateboard mereka di tempat khusus skateboard di JAMS. Setelah itu mereka langsung lari menyusuri koridor hingga sampai ke surga para anak nakal, bagian pagar JAMS yang terdapat lubang. And that hole can make a great spot for sneaking out from school.

          Memang sih ‘lubang surga’ itu letaknya agak tinggi. Tapi siapa sih anak nakal yang tidak bisa memanjat sebuah pohon yang letaknya sangat dekat dengan lubang itu?. Terutama Riccie yang memang setiap hari selalu gonta-ganti memakai koleksi skinny jeans-nya yang segudang, terbayang apabila Riccie menjadi cewek feminim yang harus memanjat pohon dengan rok-_-”. Riccie tersenyum, ‘untuk inilah ia selalu ingin menjadi cewek tomboy, sneaking out from school!’ batinnya.
          “Ladies first. Especially pretty lady like you, Ric” Joel mengedipkan mata menggoda kepada Riccie. Haha, dan Riccie adalah Riccie, tak akan pernah tergoda!. Dan Riccie yakin 100% apabila cewek yang dikedipkan seperti itu oleh Joel nukan dia, pasti cewek itu akan pingsan kegirangan, ckckck.
          “Stop flirting. You know I’ll never interest with that. You know I’ll get into you.” Ucap Riccie yang sedang memanjat lincah dengan santainya. Dude, she’s really good at that;). Tapi ucapan santai itu menusuk tepat pada Joel.
          Setelah mereka berdua sudah berada di luar JAMS. Yep, udara kebebasan langsung menyambut Riccie.
          “You happy now?” Tanya Joel sinis.
          Riccie membalasnya dengan cengiran dan membalasnya seakan tak berdosa, “A lot!”.

#Skip to: It’s skateboarding timeeee

Ada sebuah perasaan bahagia dan menggelitik ketika kamu mulai mendorong skateboardmu dengan kakimu. Dan perasaan tenang dan relax saat merasakan angin yang bermain lembut dengan rambutmu sewaktu skateboardmu melaju. Dan itulah caraku untuk bersenang-senang.
-Philosophy of Skateboarding by Riccie

          Bahagia, itulah cara Riccie mendeskripsikan perasaannya saat skateboarding. Menurutnya, saat ia sedang skateboarding hanya ada dia dan angin. Dan untuk saat ini, ada Joel disampingnya…
          Mereka berdua ber-skateboarding hingga sampai di sebuah favorite skateboard spot di Santa Monica.
          Sesampainya di tempat faforit Riccie kalau lagi madol, mereka, seperti biasa, bercanda tawa mengisi hari jenuh. Layaknya menumpahkan warna pada sebuah kanvas yang kosong. Menghidupkan hidup mereka hari itu.
          “Hey, Ric. I should tell you something.” Muka Joel tiba-tiba berubah serius di sela-sela candaan mereka.
          “About what? Are you doing something worse? Like drugs?” Tanya Riccie bingung karena perubahan suasana itu. Tadinya Riccie ingin menambahkan ‘Like Sexs?’, tapi ia ragu untuk yang satu itu (astaga-_-”).
          “No! Of course No! You know me Ric!” Bantah Joel gak selow.
          “So what is that?” Tanya Riccie yang meletakkan earphone di salah satu telinganya agar suasana serius tiba-tiba ini tidak membuat mood-nya hancur. Lagu We Are Young –Covered by Glee- mengalun dari earphonenya.
          “Hmmm, that I’m not flirting you with saying you pretty, Ric.” Kata Joel. Reflek Riccie langsung menatap Joel aneh. Oke, Riccie mulai tidak menyukai kemana arahnya percakapan ini. “You should know you are pretty. More than pretty, I think.” Lanjutnya menatap Riccie intens. Riccie melepas earphonenya. Sekarang, ia risih. Yang menatapnya sekarang bukanlah tatapan sahabatnya yang ia kenal. Jujur, ia takut akan tatapan itu.
          “Jo-” Ucapan Riccie terpotong oleh bibir Joel yang tiba-tiba berada tepat di bibirnya. Ia kaget, yap tentu saja ia kaget. Bibir Joel mengulum bibirnya. Tapi ia berdiri di sana. Mematung. Yah, mematung. Ia terasa beku. Dan Riccie pun… tidak membalas ciuman itu.
          Ciuman itu hanya berlangsung beberapa detik. Singkat. Namun itu cukup membuat tangan Riccie melayang tepat mengenai pipi Joel. Tamparan telak.
          “Aouch” Gumam Joel sambil memegang pipinya yang merah.
          Riccie menaruh telunjuknya di depan mata Joel, “DO. NOT. EVEN. DARE. TO. DO. THAT. TO ME!” Ucap Riccie dingin dan perlahan-lahan juga diikuti penekanan pada setiap kata. Lalu Riccie mulai beranjak meninggalkan Joel.
          “Why? Why you don’t response that? Why you angry to me?” Tanya Joel bingung.
          Riccie berbalik dan kembali menghadap Joel, “You ask me why? Cause you don’t deserve that!” Jawab Riccie singkat dan padat. Tapi itu belum memuaskan Joel.
          “What do you mean? Why I don’t deserve that? I don’t get it Ric.” Tanya sekaligus protes Joel.
          “You know me so well Joel. I thought you was my bestfriend. I thought you did understand me. I thought I did need you. But I was wrong. You never know me. You never even knew me. You dissapointed me Joel. A LOT!” Jawab Riccie yang mulai meneteskan air mata.
          “How can I dissapointed you?. I just wanna kissing you and says I love you. Why you make it so complicated Ric?” Joel masih protes.
          Kenapa Joel menanyakan hal itu? Dan pernyataan santainya? I just wanna kissing you? Memangnya Joel pikir dirinya itu apa? Boneka yang seenak jidatnya saja bisa Joel cium? BIG NO! Riccie sangat sensitif akan hal yang satu itu.
          Riccie terdiam. Ia berpikir. Memutar beberapa detik ciuman singkat tadi. Apakah hanya itu rasanya sebuah kiss? Ciuman itu beku. Dingin. Kaku. Asing. Aneh. Dan… hambar. Kemana rasa bahagia seperti di film dan novel yang pernah ia baca?. Kemana debar-debar dan desir-desir itu? Dan ia sama sekali tidak berniat dan tergerak untuk membalasnya. Ciuman itu seperti sebuah… kesalahan. And sadly, that was her first kiss. And her first kiss is an unresponsed kiss. Nothing special. Mean nothing.
          Joel mulai mendekatinya lagi. Namun Riccie mundur. Ia kecewa dengan Joel. Sungguh kecewa. Bagaimana bisa Joel melakukan itu kepadanya? Ia tahu bahwa Joel tahu prinsip Riccie. Ia ingin tetap menjaga first kiss-nya untuk husband atau fiance-nya. Tetapi kenapa Joel melakukan itu? Tanpa seijin Riccie pula! Ia tidak ingin ada yang berubah dari sekelilingnya. Ia hanya ingin Joel tetap menjadi sahabatnya. Tidak lebih dan tidak kurang. Tidak bisakah Joel mengerti itu semua?
          Oke, anggap saja Riccie kampungan karena prinsipnya untuk No-Kissing. Dan untuk benteng pertahanannya. Benteng pertahanannya yang belum pernah tersentuh apalagi terlewati oleh seseorang, bahkan Joel sekalipun. Yah, Riccie memang belum pernah berpacaran. Dan ia belum siap untuk itu walaupun di umurnya yang sekarang ini. Panggil Riccie kuno, kamseupay ataupun kamseupil. Riccie tidak perduli. Bukannya dia jelek atau apa, Riccie ‘hampir sempurna’ malah. Tapi kalau saja Riccie tidak membangun benteng pertahan yang begitu kokoh. Pasti banyak sekali yang mengantri untuknya.
          Pikiran Riccie kalut. Amarahnya berada di titik didihnya. Titik puncaknya. “Because of you it’s complicated. And fyi, I have thousands regret why I ever know you?! I HATE YOU. I wish you never born to this earth. AND YOU NEVER IMAGINE HOW MUCH I HATE YOU NOW!” Lalu Riccie pergi meninggalkan Joel. Bingung. Sendirian.

#Skip to: A week later, Hana’s house

          Seminggu telah berlalu dari kejadian ‘unresponsed kissing’ itu. Seminggu pula Joel menghilang. Entah berada dimana. Hari ‘unresponsed kissing’ itu adalah hari mereka melihat batang hidung Joel. Riccie bingung. Riccie merasa bersalah. Dan Ia tak tahan untuk berbagi cerita dengan kedua sahabatnya.
          “Jadinya gimana ceritanya sih si Joel bisa ngilang begitu? Aneh yeh.” Gumam Lita tanpa sadar. Lita. Daridulu memang dia menaruh perhatian pada cowok kapten team basket sekolah yang berdarah Australia itu.
          “Tau ish. Autis tuh anak satu. Untung aja kita udah tinggal libur sama nunggu kelulusan aja. Untung ujian udah selesai.” Kata Hana yang mengambil sebuah album dari tumpukan albumnya.
          Tetapi ketika Hana memasukan cd album itu ke cd player, Lita bertanya, “Album sape neng?”.
          “Siapa lagi?” Jawabnya sambil menunjukan cover album itu.
          “Yap, tentu saja Hold On ‘Til The Night by Greyson Chance. Your ex future husband? Your inspiration?” Ledek Lita bosan.
          “Shut up!” Jitak Hana tepat di kepala Lita. Lalu hana menyetel lagu mana. Dan terdengarlah SummerTrain by Greyson Chance di ruangan itu. Hana juga telat menset untuk repeat song.

N.P. SummerTrain by Greyson Chance

Namun Hana terdiam lama. “Riccie, what’s up baby?” ucapnya mendekati Riccie. Sedangkan Lita seperti baru sadar bahwa Riccie ada di sana.
Riccie seperti kehilangan arah, “Gue… gue… gue…” Ucapnya terbata-bata sambil mendekati pelukan Hana dan lita. “Gue penyebab Joel hilang, Han, Lit. Semua ini salah gue.” Ucapnya yang menangis tak kuat menahan beban yang dipikulnya. Hana dan Lita reflek memeluk Riccie. Seakan mentransformasi kekuatan kepada Riccie lewat pelukan itu.
Selang beberapa menit, Riccie menjadi tenang dan berhenti menangis. Yap, cuma Hana dan Lita yang tahu etika ‘when Riccie cries’, diamkan saja dan tunggu ia tenang. “So, sweetie. Tell us, what happens?” Kata Lita.
Lalu semua kata-kata dan cerita lengkap meluncur begitu saja dari mulut Riccie.
“Oh baby, you have a big trouble.” Ucap Hana yang langsung memeluk Riccie erat.
“I’m so comfort with him as my bestfriend. I don’t want him to be my boyfriend. I’m not ready yet. I never felt something between us. Am I wrong?” Curhat Riccie lagi.
“No! You’re right! Joel is a jerk. Now, he’s gone. Maybe is the best that he’s gone.” Dukung Lita. Lalu mereka bertiga berpelukan lagi. Yah, itulah gunanya sahabat bukan?
“… Come with me for a little ride, see the shadows passin’ by. Look at the sun and see the clouds turn to faces in the sky. Daydreamin’ lightly through the rain. All’s forgiven on the summertrain. Come with me for a little ride, see the shadows passin’ by. Come away with me. It’s gonna be all right, just breathe. Come away with me. It’s gonna be all right, you’ll see. And the windows are cryin’. But this train is flyin’. Us all through the rain I feel. And our sky getting’ brighter. With every mile. It all seems clear…”
Dalam suasana diam seperti ini. Suara itu terdengar jelas. Dan lirik itu mengetuk pikiran Riccie.
“If there’s a SummerTrain. Take me to there.” Ucap Riccie santai yang diikuti oleh tawa Hana dan Lita.

#Skip to: Two months before graduation

          “Lit, Han, gue udah mutusin untuk nerima Joel.” Bisik Riccie di kantin. Untunglah mereka bertiga bisa berbahasa Indonesia lancar. Sehingga apa yang mereka bicarakan tetap terjaga privasinya.
          “Maksud lo Ric?” Tanya Lita.
          “Gue sadar ce. Gue sadar. Selama Joel gak keliatan-keliatan gue merasa kehilangan. Gue butuh dia. Hidup gue gak lengkap tanpa dia.” Jawab Riccie.
          “Kata lo, lo gak ada rasa sama dia Ric? Lo yakin?” Tanya Hana.
          “Gue emang gak ada rasa sama Joel. Gue gak ngerasain apa-apa dari ciuman itu. Tapi gue sadar satu hal. Gue gak boleh egois. Selama ini Joel selalu ada di samping gue. Ngebimbing gue. Nolongin gue. Dan secara gak langsung, gue butuh dia. Apa salahnya gue nerima dia?” Jawab Riccie panjang lebar.
          “Okay Patricia Everest Valley. Lita Andrea Ferguson and Hani Jovita McDonough will be right beside youJ” Setuju Lita. Lalu mereka bertiga berpelukan bersama.

***

          “Joel! Joel! Guys! Gals! Joel is here! JOEL IS HERE! IN THE PRINCIPAL OFFICE!” Teriak para gadis di kantin itu. Reflek, Riccie, Lita dan Hana segera menghampiri Principal Office di JAMS.
          Apa yang terjadi kemudian merupakan rentetan nightmares bagi Riccie. Joel keluar dari ruangan itu. Lalu pamit pulang. Klarifikasi dari Joel bahwa dia akan pindah ke Aussie. Says goodbye. And he’s gone. Tanpa sekalipun menatap mata Riccie.
          Perih. Miris. Sakit. Ngenes. Nyesek. Sekarang, disaat Riccie memutuskan menerima Joel, dia ditinggalkan. ‘Beginikah rasanya ditinggalkan?’ Batinnya yang terus menatap kepergian Joel tanpa pamit dengannya.
          Riccie lemas, lunglai, dan terjatuh. Ia tidak perduli. Ia tahu Hana dan Lita selalu ada di sisinya.

***

          Pikiran Riccie kusut. Peristiwa demi peristiwa berputar kembali. Flashback demi flashback mulai menghantui. Riccie mengerti sekarang. Mengerti dengan jelas. Apa arti dari a paper that she found in her locker. ‘Wait For Me:D –Joel’ begitu isi kertas itu. Tapi kenapa perpisahan itu secepat ini? Akankah ia tetap menunggu Joel? Akankah? Yap, janji adalah janji. Keputusan adalah keputusan. Dan dia akan tetap menunggu Joel. Sampai ia kembali ke sisinya lagi.
          Riccie terbangun. Kepala mengalami pening berat. Tapi ia tidak takut. Ada Lita dan Hana disampingnya.
          “Gimana keadaan lo Ric? Tadi lo pingsan astagaa.” Panik Hana.
          “Gue baik kok. Kan ada kalian di samping gueJ” Jawab Riccie. Tetapi tatapan matanya kosong.
          “Tatapan mata lo Ric. Lo gak bisa ngebohongin kita.” Bantah Lita.
          “Gue akan nunggu Joel sampai dia pulang. Gue akan setia nunggu dia. Dia gak akan lama kan di Aussie?” Kata Riccie yang seperti orang kehilangan arah, kehilangan pegangan hidup sebenarnya. “Anter gue pulang Han, Lit.” Pinta Riccie.
          Hati Hana dan Lita miris. Yang mereka antar pulang itu bukan Riccie mereka. Gadis itu lebih seperti mayat hidup. Kehilangan arah. Kehilangan senyumnya.
          Setelah sampai di depan rumah Riccie, “Ric, gue mau bilang sama lo. Joel udah jadi kewarganegaraan Aussie. Dan untuk balik ke sini lagi, kita gak akan tahu dia bakal balik apa ngga.” Ucap Lita.
          “Gue yakin dia bakal balik Lit! Jangan sekali-kali meragukan hal itu! Joel janji sama gue akan balik! Gue janji sama dia akan nunggu dia! Dan gue akan tetap nunggu dia! Lo gak tau apa-apa lit!” Bentak Riccie yang mulai meneteskan cairan sebening kristal di pelupuk matanya. Lalu Riccie menghilang dari pandangan Lita dan Hana.
          Lita dan Hana bertatapan. Berkomunikasi lewat tatapan. Dan tatapan itu berarti, ‘She’s falling down. We must do something. Before it’s going to be worse’. ‘Tapi apa?!’ batin Lita. ‘Gimana caranya yah?!’ batin Hana.


Ironis yeh?
Thanks for readingJ
I’m beggin’ for feedbackJ
          Sincerely,
          -Ricma Kamseupil.

No comments:

Post a Comment