Risma's few words

Please visit http://www.wattpad.com/Rismafebst for other story from this blog's owner.


As long as I know. There is two different story in our life. One is dream, and other is reality.

Dream. Everyone have, I mean, everyone must have a dream. It's like the goal of our life. What we are fighting for. What we are dying for. But sometimes, a dream can be hard and hurt. It's depend on reality.

Reality. This is what people scare about. The truth. What we are living now. But you know what? Reality can be better than our dream as long as we are never give up on it. So yeah, it's depend on are we believe in our dream or not.

But in here, I'm gonna show you that we can have both of them. Yeah, you probably right. This is why this page called 'a place for dream and reality'.

How? You may ask?

I'll answer you with 'do you know how much word have a power of you? how a single story can change you?'

So, I, Risma as this blog's owner, will write you that story.

And I will be grateful if you read this. Thank you to waste your time reading my story. I really appreciate it.

Thursday, April 19, 2012

Stuck In Your Eyes 1 : Found You -Part 2


STUCK IN YOUR EYES: FOUND YOU
( #StuckInYourEyes1 )
Made by @Rismafebst

Part 2
“A Paper In The Locker”
*So sorry for make you all waiting so longL Happy Reading gals and guysJ*


“TREETTT… TREETTT…”
‘Today, the first lesson is my favorite lesson, Music!’ Batin Riccie yang melangkah masuk ke dalam music room sekolahnya itu.
Guru music Riccie memasuki ruangan, Ms. Santana. Guru yang paling Riccie sayang. Panutan bagi Riccie. “Gmorning class. My class is ur first class today, isn’t it? So, to make you all a little cheering up. Ms. Valley come here and play ur guitar and show us ur wonderful voice” Kata Ms. Santana.

Riccie segera mengambil gitar dan mulai memetik senar demi senar gitar itu dengan sebuah permainan tangan yang menajubkan. Membuat seluruh indra pendengaran di kelas itu terbuai oleh lantunan nada nada dari lagu ‘A Thousand Years’ by Christina Perri.

N.P. A Thousand Years by Christina Perri

Heart beats fast. Colors and promises. How to be brave. How can I love when I'm afraid. To fall….” Suara Indah Riccie memenuhi ruangan itu. “But watching you stand alone. All of my doubt. Suddenly goes away somehow. One step closer…” Sungguh, suara itu bagaikan suara seorang malaikat.
I have died everyday waiting for you. Darling don't be afraid. I have loved you for a Thousand years. I'll love you for a Thousand more.” Suara Riccie mengimbangi petikan-petikan magis lantunan-lantunan nada bagian reff lagu tersebut.

*otherside*

"Time stands still beauty in all she is. I will be brave. I will not let anything. Take away.” Dentingan-dentingan nada-nada itu diiringi oleh suara seorang lelaki. ”What's standing in front of me. Every breath, every hour has come to this. One step closer…” Jari-jari ajaibnya terus menari sebuah tarian indah di atas tuts-tuts piano itu.
I have died everyday. Waiting for you. Darling don't be afraid. I have loved you for a Thousand years. I'll love you for a Thousand more.” Yah, lelaki itu seorang superstar berumur 15 tahun (khusus di story ini dibikin 15 tahun yah) itu. Brown eyes milik lelaki itu tidak memancarkan sinar seakan ia bahagia. Tidak, ia tidak bahagia. Ia sedang meratapi nasibnya…

*otherside*

And all along I believed. I would find you. Time has brought. Your heart to me. I have loved you for a Thousand years. I'll love you for a Thousand more.” Riccie menutup matanya. Dan sepersekian detik ia mendengar lantunan piano memainkan nada yang sama dan selaras. Tapi bagaimana bisa? Iakan sedang bermain gitar. Dan ugh, dia tak pernah bisa bermain piano. Tapi permainan piano yang dia dengar entah darimana, lantunan itu membuatnya… bahagia. “One step closer. One step closer…”

*otherside*

I have died everyday. Waiting for you. Darling don't be afraid, I have loved you for a Thousand years. I'll love you for a Thousand more.” Lelaki itu masih meratapi nasibnya. Ia kembali mengingat sejarah hidupnya, mantan-mantannya. Orang-orang yang telah membuatnya mengecap bagaimana rasanya patah hati.
“And all along I believed. I would find you. Time has brought. Your heart to me. I have loved you for a Thousand years. I'll love you for a Thousand more.” Kemudian ia mendengar. Petikan gitar. Tapi petikan gitar itu tidak seperti petikan gitar pada umumnya. Tapi diakan sedang bermain piano di rumahnya? Siapa yang sedang bermain gitar? Kakaknya, Tanner, kah? Tapi kakaknya itu sedang kuliah. ‘Weird’ batinnya.
“Greyson! Come here! Your manager is here” Panggilan itu merebut perhatiannya dari petikan gitar tadi.

*otherside* #Skip to: the end of music class

Riccie melangkahkan kakinya menuju lockernya. Bisa dibilang tempat sampahnya, mungkin. Karena di dalam sana isi locker itu bagaikan kapal titanic yang karam.
Sebuah kertas melayang ketika Riccie membuka lockernya.

Wait for me:D –Joel

‘Joel, ada-ada saja’ pikir Riccie yang segera mengambil buku pelajaran selanjutnya dan menutup lockernya. The day must go on, just enjoy.

#Skip to: After school

‘Huh, joel latihan lama gilak-_- lagian kenapa minta ditungguin coba.’ Gerutu Riccie dalam hati. Jadilah ia menunggu Joel latihan basket sore itu. Padahal latihan ekskul dance club yang diambil Riccie saja sudah selesai dari tadi.
Akhirnya seorang yang ditunggu-tunggu datang juga. Masih dengan seragam basket dan capnya, serta tas dan handuk yang tergantung di kedua pundak pemuda itu. Pemandangan ini mungkin yang ditunggu-tunggu para gadis di JAMS. Para pemuja seorang Joel. Tapi bukan apa-apa selain pemandangan sehari-hari bagi Riccie. Tidak ada reaksi seperti detak jantung yang berdesir cepat seperti teman-temannya. Riccie sering bertanya-tanya, apa arti dari detak jantung yang berdesir cepat? Apakah itu… cinta? Kenapa para gadis di JAMS dengan gampangnya jatuh cinta? Aneh.
‘Ugh, Love is a bullshit’ Batin Riccie. Yap, menurut Riccie tak ada waktu yang perlu disia-siakan untuk cinta. Riccie tak pernah merasakan yang namanya cinta. Ia tidak pernah mengalami kejadian seperti detak jantung yang berdesir cepat. Hidup Riccie selama ini bisa dibilang hanya… datar. Tanpa rasa, hampa, tak ada yang mengisi. Selama ini tak ada waktu baginya untuk mengurusi urusan ‘cowok’. Yang Riccie pikirkan hanyalah Have Fun With Lita and Hani dan juga Good Grades In School. ‘Siapakah yang butuh cinta? Cinta hanyalah sebuah kebohongan belaka. Seseorang jatuh cinta? Kemudian pacaran? Kemudian berciuman? Kemudian putus?. Sisa yang tertinggal hanyalah perasaan dipermainkan dan kehilangan.’ Sudah cukup kehilangan yang dialami Riccie tanpa perlu ditambah kehilangan karena cinta.
Kekosongan itu sampai sekarang masih belum terisi. Bahkan dengan wanted boy di JAMS yang menyandang status sebagai sahabat dekatnya, Riccie masih tak bisa merasakan apa itu rasanya jatuh cinta.
“Hey, what ya doin’ here Riccie?” Sapa Joel santai.
“Loh? How can you ask me that question? You ask me to be here! And you know what? I rejected to go home with Lita and Hani!” Jawab Riccie jengkel.
“Am I ask you?” Tanya Joel bingung.
“That paper that you gave to me. I found it in my locker.” Jawab Riccie setengah sabar.
“Oh, that’s why. Well, It’s not what I mean. But after that, let’s go home together.” Ajak Joel.
“Okay, let me take my skateboard first.” Setuju Riccie.
Rumah Riccie memang bersebelahan. Malahan, balkon kamar Riccie dan balkon kamar Joel tepat berhadapan satu sama lain. Membuat Riccie ingat akan video clip dari ‘You Belong With Me’-nya Taylor Swift. Tapi Riccie dan Joel tak akan pernah menjadi seperti Lucas Till dan Taylor Swift di video itu.
Joel dan Riccie sudah siap dengan skateboard masing-masing. Menempuh jalan asri dengan suasana spring yang sebentar lagi berganti summer menuju kawasan rumah mereka di Ocean Ave, Santa Monica, LA, CA. Perjalanan dari 16th street menuju Ocean Ave memang tidak bisa dibilang dekat. Namun itu terasa sangat dekat apabila diselingi oleh canda tawa sahabatnya.



Di perjalanan Riccie menyadari satu hal. Walaupun ia tidak mencintai Joel, tetapi ia membutuhkan Joel. Tak bisa dibayangkan apabila tidak ada Joel disisinya dan mengisi harinya dengan canda tawa. Riccie bingung, apakah ia harus mulai menerima Joel lebih dari sahabat? Apakah kabar yang beredar di sekolah itu benar? Bahwa Joel menyayanginya lebih dari sahabat? Entahlah. Riccie tak mau ambil pusing.
“Finally, we’re arrived. Bye, beauty.” Bacotan Joel menyadarkan Riccie.
“yeah, bye.” Jawab Riccie seadanya dan segera memasuki rumahnya yang bergaya Tropis Mediterania itu.



Rumahku, Istanaku, Surgaku. Yang Riccie cintai dari rumah itu adalah nuansa Tropis Mediterania yang mengingatkannya kembali akan hometownnya, Indonesia. Lokasinya yang berada di Ocean Ave, Santa Monica, Los Angeles, California memang lokasi yang menabjubkan. Selain memiliki akses mudah dengan West Hollywood alias Beverly Hills, rumah Riccie pun menyujukan pemandangan yang amat sangat breath-taking!. Bayangkan saja, tepat sekali di hadapan rumah Riccie terbentang luas Santa Monica State Beach Park!. What a scenic view! Itulah yang membuat Riccie menyayangi rumahnya ini.
Seperti biasa, Riccie disambut oleh Mbok Ijah. Tak ada ayahnya yang menyambutnya. Rumah itu begitu sepi. Tapi Riccie menikmatinya.
Riccie menaiki anak tangga demi anak tangga menuju kamarnya itu. Ruangan yang paling disayanginya di dunia ini. Tempatnya tertawa dan menangis. Menemaninya melewati dinginnya malam, repotnya pagi, panasnya siang, dan sepinya sore. Kamar Riccie ini merupakan kamar khas anak tomboy yang rapi. Tidak ada satupun poster di dindingnya. Yang ada hanyalah wallpaper biru laut yang warnanya sama seperti matanya. Dan juga ribuan photo menabjubkan hasil potretannya sendiri.
Riccie berjalan menuju balkon dan bertemu mata dengan Joel. Mereka bertegur sapa sebentar sebelum Riccie pergi meninggalkan Joel. Riccie kembali berjalanan. Menuju salah satu jendela kamarnya yang mengarah ke arah laut. Ke arah Santa Monica Beach. Arah yang menentramkannya. Riccie kembali berjalan dan menyibakkan tirai jendela di salah satu sudut yang menampilkan pemandangan halaman belakangnya. Kolam renang tercintanya terpampang di penglihatannya. Dan Riccie tergoda oleh ayunan yang langsung menghadap pool di bawah pohon rindang di backyard rumahnya itu. Spot kesukaannya!
Riccie yang sudah berganti baju dengan celana selutut dan kaos putih santainya, penampilan santai namun sangat chic untuk Riccie. Ia mengambil sejumlah snickers dan terduduk di ayunan besar itu. Ayunan itu cukup besar sehingga kadang Riccie sering tertidur di sana.
Yah, beginilah kesehariannya di rumah. Sendirian. Kadang bila Mbok Ijah tidak sibuk ia menemani Riccie. ‘Ayahnya yang gilak kerja itu mana perduli dengannya’, pikirnya.
Amarahnya terhadap ayahnya membawa Riccie menuju alam mimpi. Menyajikan ribuan nightmares yang menunggunya.

***

Sorot matahari mulai mengintip di balik garis pantai Santa Monica. Riccie tersentak bangun dan terlepas dari nightmares kurang ajar yang menghantui tidurnya.
Ia masih berada di tempat yang sama dan posisi yang sama. Dan masih juga memegang snickers yang semalam dimakannya. ‘Ayahnya yang tidak perduli dengannya pasti tak mau repot-repot memindahkannya’, pikirnya.
Sepi, ia butuh seseorang yang mengobati sepinya. Bukan ayahnya dan Joel. Riccie memang merasakan sesuatu terisi apabila berada di dekat sahabat-sahabatnya, Hani dan Lita. Tapi sepi itu masih ada di sekitarnya.
Ugh, mood Riccie memang tidak bagus untuk memulai hari ini. Riccie beranjak ke kamarnya dengan malas dan bersiap-siap ke sekolah. Toh, ayahnya pasti sudah berangkat kerja.

#Skip to: Lunch Time at School

“Shttt, Joel!” Bisik Riccie yang meninggalkan mejanya bersama Lita dan Hana dan mendekati meja Joel.
“Hey, what’s the matter Ric?” Senyum Joel mengembang melihat Riccie yang menghampirinya.
“Let’s sneak out!” Ajak Riccie. Aduh, RiccieRiccie-_-”
“Why?” Tanya Joel.
“Bad mood. Don’t worry, I got math class after this. I already have done with the lesson.” Jawab Riccie. Riccie memang menguasai matematika. Pelajaran yang paling dikuasai dirinya kedua setelah music.
“And then, what we gonna do?” Tanya Joel lagi.
“How about skateboarding?” Tanya Riccie balik.
Joel tampang berfikir, “Sounds interesting. Okay then.” Joel membuat keputusan.



Hayoloh, si Riccie sama Joel mau pada madol bareng._.
Oh iya saye lupa bilang, di story ini Greysonnya umurnya 15 tahun yeh.
Thanks for readingJ
Don’t forget to put your feedback okay?
Sincerely,
-Risma ‘kamseupil’


No comments:

Post a Comment