Risma's few words

Please visit http://www.wattpad.com/Rismafebst for other story from this blog's owner.


As long as I know. There is two different story in our life. One is dream, and other is reality.

Dream. Everyone have, I mean, everyone must have a dream. It's like the goal of our life. What we are fighting for. What we are dying for. But sometimes, a dream can be hard and hurt. It's depend on reality.

Reality. This is what people scare about. The truth. What we are living now. But you know what? Reality can be better than our dream as long as we are never give up on it. So yeah, it's depend on are we believe in our dream or not.

But in here, I'm gonna show you that we can have both of them. Yeah, you probably right. This is why this page called 'a place for dream and reality'.

How? You may ask?

I'll answer you with 'do you know how much word have a power of you? how a single story can change you?'

So, I, Risma as this blog's owner, will write you that story.

And I will be grateful if you read this. Thank you to waste your time reading my story. I really appreciate it.

Saturday, June 23, 2012

Stuck In Your Eyes 1: Found You -Part 4


STUCK IN YOUR EYES: FOUND YOU
( #StuckInYourEyes1 )
Made by @Rismafebst

Part 4
“Stranger”

*Maaaaaaaaaaaaaaaaaaaffffffffffff banget udah buat nunggu lama. Kemaren-kemaren, bener-bener gak ada waktu buat nulis. But now, Happy Reading Guys and GalsJ*




Lita dan Hana bertatapan. Berkomunikasi lewat tatapan. Dan tatapan itu berarti, ‘She’s falling down. We must do something. Before it’s going to be worse’. ‘Tapi apa?!’ batin Lita. ‘Gimana caranya yah?!’ batin Hana.

#Skip to: Three Days Later, Riccie’s room

            “Kenapa lo pergi sih Joel?” Gumam Riccie di sela-sela tangisnya. Tiga hari ini hidup Riccie absurd. Hancur. Yang bisa ia lakukan adalah menatap balkon rumah sebelah yang sekarang tak berpenghuni itu melalui balkon kamarnya. Termenung. Dan memutar flashback-flashback kenangannya bersama cowok yang dulu selalu tersenyum ke arahnya dari balkon yang sedang ia pandangi sekarang.


***

            Terdengar suara pintu terbuka. “Patricia Everest Valley, bunda di sini sayang.” Ucap sosok wanita yang sangat mirip dengan lukisan besar di ruang tengah rumah Riccie, ibunda Riccie.
            “Mom” Ucap Riccie yang berlari memeluk ibundanya itu. Baru saja Riccie ingin menanyakan kenapa ibunya bisa ada disini, ibunya mengangguk dan memotongnya sebelum Riccie sempat mengeluarkan kata.
            “Shuuss. Kenapa mom bisa ada di sini sekarang itu gak penting sayang. Apakah kamu tau mom selalu ada di samping kamu? Memantau setiap detik yang terjadi di hidup kamu? Mom selalu ada buat kamu, Icci.” Kata ibunda Riccie dengan memanggil Riccie dengan Icci. Hanya ibundanyalah yang memanggilnya seperti itu. Kata yang diambil dari middle name ibunda Riccie, Evarest Iccie Valley, mom Eva.
            “Tapi kenapa Icci gak pernah liat mom?” Tanya Riccie begitu polos.
            “Karena mom ada di sini Icci.” Mom Eva menunjuk ke arah ulu hati Riccie. Berarti selalu ada di hati Riccie. Riccie tersenyum. “Icci, mom cuma mau bilang sama Icci. Kalo Icci gak sendirian. Icci gak boleh kehilangan semangat cuma gara-gara sahabat Icci ninggalin Icci. Seburuk-buruknya keadaan, Icci harus bertahan, bahkan bangkit bila perlu. Kalau Icci ragu, Icci inget aja Mom akan selalu ada buat Icci. Mom gak akan pernah ninggalin Icci.” Nasihat mom Eva panjang lebar.
            “Tapi itu susah mom.” Dengan keadaan seperti sekarang Riccie hanya seperti anak umur lima tahun yang protes karena diselak naik perosotan.
            “Gak ada yang susah di dunia ini kalau Icci mau berusahaJ. Icci taukan kalau misalnya mom lagi di titik terlemah mom ngapain? Sama seperti yang suka Icci lakukan waktu Icci masih kecil.” Kata mom Eva sabar.
            “Photographs” Ucap Riccie. Mom Eva tersenyum. Tapi Riccie juga melanjutkan dengan lemah. “Tapi photographs udah ngebuat Icci kehilangan momL.”.
            “Mom selalu di sisi kamu Icci. Mom gak pernah ninggalin kamu. Kamu harus ingat itu Icci.” Bantah mom Eva penuh kelembutan. Mengelus rambut anaknya tersayang yang sudah tumbuh besar itu.
            Riccie tersenyum, “Tapi karena photographs juga Icci selalu merasa mom ada di samping Icci. Photographs itu teman Icci sama mom waktu Icci masih kecil. Dan photographs juga yang selalu ngebuat Icci inget sama momJ. Photographs juga yang buat Icci tersenyum.” Lanjutnya panjang lebar. Riccie tidak pernah menyangka photographs sangat mengambil alih dalam hidupnya.
            “Good girl. And Icci, mom wanna to tell you something. If you lose something, you will find something. And something than you found is far more better than what you lost. So, don’t afraid my beloved Icci. Mommy loves ya.” Kata mom Eva lalu menghilang di telan kabut.
            Riccie panik dan terjatuh.

***

            “Non, non, non, Non Riccie! Non gak papa?” Tiba-tiba mbok Ijah sudah ada di hadapannya.
            “Loh? Riccie dimana? Ini kenapa? Mom Eva mana?” Tanya Riccie bingung.
            “Aduh, akhir-akhir ini omongin non Riccie ngelantur deh. Tadi ituloh mbok lagi di dapur, terus non Riccie teriak gitu, terus pas mbok ke sini, non malah tidur. Non mimpi nyonya yah? Sabar yah non.” Jawab mbok Ijah. Riccie berpikir apakah kejadian ini sebuah pertanda? Or what? Dia tak mungkin bermimpi. Kalaupun itu mimpi kenapa ia berteriak?. Aneh, sungguh aneh.
            “Oh, Riccie gak apa-apa kok mbok.” Ucap Riccie agar mbok Ijah tenang.
            “Yowes mbok tinggal yah non.” Kata mbok Ijah yang pergi meninggalkan Riccie.
            Riccie terdiam lama. Lalu ia mengambil cameranya dan berganti baju dengan kaus one shoulder neck gombrong dan hotpant. Saat ini yang ia butuhkan adalah photographs!. Tapi sebelum keluar dari kamarnya, Riccie mengambil gitar kesayangannya. White Hug, itulah nama gitar Riccie. Sesuai namanya, iya berwarna putih dan ada sedikit ukiran hitam. Menurut Riccie, gitarnya ini melambangkan sebuah pelukan murni dan manis. Pelukan? Karena ia harus memeluk gitar untuk memainkannya.
            All that Riccie want to do is going to the beach. Catching Purple Sky with her camera’s lens. Sing her heart out. Playing with her guitar. Let the angrier in her going away. Let the dissapointment in her flying away. Let her to forget him.

*otherside*

            “Greyson, you got free time until tomorrow.” Kata Stacy, manager dari Greyson Chance.
            “Thanks god!” Canda greyson dengan ekspresi seperti orang yang terkena keajaiban. Lalu ia membereskan lembaran-lembaran beberapa not balok di sekitarnya. Sampai ia melihat cover belakang albumnya terselip di beberapa kertas itu. Dan kata-kata yang terlihat pertama kali olehnya adalah ‘Purple Sky’. Ahh, he misses Purple Sky.
            Dan terlintaslah ide untuk melewati free timenya ini. Photographs. Catching Purple Sky with his camera’s lens. And it’s more perfect in the beach.
            Dan keluarlah ia dari studionya yang berada di kawasan Santa Monica itu. Pergi menuju pantai di daerah itu.

*Santa Monica State Beach Park*

            Sesampainya Riccie di sana, ternyata ia terlalu cepat. Langit belum mau berubah menjadi purple. ‘Ahh, lebih baik gue cari spot sepi.’ pikir Riccie.

***

            Greyson telah sampai di pantai. Tapi ia menatap langit kecewa. Ia hanya mengharapkan, langit mau berubah warna. Semoga kali ini ia beruntung, batinnya.
            Greysonpun mulai mencari spot sepi. Agar antisipasi salah satu enchancers dapat mengenalinya. Untunglah ia sudah memakai jaket dan kali ini ia memakai cap-nya.
            Setelah mememukan spot yang sempurna. Tetapi mata greyson tertuju pada seorang gadis. Rambut gelombang panjangnya campuran antara brunette dengan blackhair, menjadikannya lebih mirip darkhair. Tetapi rambutnya memberikan kesan ‘asian girl’. Rambut panjang itu tergerai tanpa pony, dan angin pantai yang mengacak-acaknya menjadikan itu sebuah keindahan tersendiri. Ia berjalan mendekat ingin melihat lebih dekat gadis itu. Ohgod, her eyes… biru, amat sangat bening, biru laut nan bening. Astaga, mata itu membuatnya heartstops. Aneh, sangat aneh. Ia tidak tahu apa kekuatan dari mata itu sehingga membuatnya seperti ini. Perhatiannya yang selanjutnya adalah bibir tipis nan manis gadis itu yang lucunya berwarna pink, dan greys yakin itu bukan hasil polesan make up belaka. Sungguh, muka itu bagaikan seorang angel yang tersesat di bumi.
            Kesan pertama yang ia dapat dari gadis itu adalah menarik, manis, dan cantik. Apalagi setelah melihat kamera yang terletak di sampingnya. Dan gitar di pelukannya. Ia tersentuh.
            Tetapi semakin ia dekat, greyson sadar satu hal. Mata biru penuh keajaiban itu berlinang air mata. Dan petikan gitar itu memiris hati.

N.P. When You’re Gone by Avril Lavigne (Acoustic Version)

***

“I always needed time on my own. I never thought i’d need you there when i cry.” Riccie memetik dawai White Hug. Lagu ini, petikan ini, ia persembahkan untuk Joel.
“And the days feel like years when i’m alone, and the bed where you lay, is made up on your side.” Riccie menyanyi dengan penuh penghayatan. Ungkapan atas kepedihannya akhir-akhir ini.
“When you walk away, i count the steps that you take, do you see how much i need you right now?” Yap itu benar. Ia butuh Joel.
“When you’re gone. The pieces of my heart are missing you. When you’re the face i came to know is missing too. When you’re gone all the words i need to hear to always get me through the day, and make it Ok, i miss you.” Dan air mata Riccie pun tak tahan ia bendung.
            “I’ve never felt this way before, everything that i do, reminds me of you.” Lantunan nada indah keluar dari pita suara Riccie. Tapi nyanyian itu, lirik itu, sangat memiris hati siapapun yang mendengarnya, terutama hati yang menyanyikannya. “And the clothes you left, they lay in my floor, and they smell like you, i love the things that you do.”
“When you walk away, i count the steps that you take, do you see how much i need you right now?” Akankah pertanyaan ini dijawab oleh Joel?
“When you’re gone, the pieces of my heart are missing you, when you’re gone the face i came to know is missing too, when you’re gone all the words i need to hear to always get me through the day, and make it Ok, i miss you.” Sekarang cairan bening itu mengalir lebih deras. Apakah Riccie akan kuat menanggung semuanya?
“We were made for each other, out here forever, i know we were, yeah, yeah, all i ever wanted was for you to know, everythings i do i give my heart and soul, i can hardly breath, i need to feel you here with me! Yeah.” Suara Riccie bergetar hebat. Ia marah. Tetapi ia tidak marah kepada siapapun, tunggu, mungkin Joel. Tetapi ia lebih marah kepada dirinya sendiri.
“When you’re gone the pieces of my heart are missing you, when you’re gone the face i came to know is missing too, when you’re gone all the words i need to hear to always get me through the day, and make it Ok, i miss you.” Riccie menghentikan petikan gitar yang mengharukan itu. Riccie menutup mukanya dengan kedua tangannya. Berharap itu bisa menyembunyikan dirinya dari kekalutan yang sedang membalutnya. Dan iapun, menangis lagi dan lagi.

***

            Suara itu. Petikan itu. Tangisan dari mata biru itu. Permainan gitar gadis itu. Sungguh membuatnya tersentuh, lagi, dan lagi.
            Entah kenapa kaki Greyson membawanya langkah demi langkah mendekati gadis itu. Pita suaranya secara otomatis melantunkan nada-nada acapella dari lagunya yang berjudul, ‘summertrain’.
            “Come with me for a little ride, see the shadows passing by. Look at the sun and see the clouds turn to faces in the sky. We’ve been awake all night, shattered dreams all around. Close your sad, sad eyes we will be safe and sound.” Suara malaikat bermata coklat itu terdengar sangat… indah.
            “Come with me for a little ride, see the shadows passing by. Look at the sun and see the clouds turn to faces in the sky. Daydreaming lightly through the rain. All’s forgiven on a summer train.” Greyson tersenyum. Sangat ingin untuk membuat sepasang sudut bibir mungil di depannya ini melengkung ke atas juga.

***

            Riccie tersontak. Kaget bercampur malu. Tanpa sadar ia menghapus air mata yang menghiasi wajahnya.
            But she couldn’t help it that she can do nothing at all. All she can do is she can’t move. She’s stuck with the time. At least, she just close her eyes and listening to him carefully.
            Suara itu entah mengapa membuatnya tenang. Damai. Tenteram. Membuatnya merasa… loved. Lagu itu, summertrain. Lagu yang pernah membawa semangat dan tawa disaat masa-masa sulit du rumah Hana (#StuckInYourEyes1: part 3).

***

            “Come with me for a little ride, see the shadows passing by. Seems we are a thousand miles away from last night. As you sigh in my ear, kiss the rain goodbye.” Melihat kebelengguan gadis di depannya itu, Greyson prefer to sit right next to her. Hopefully if he can be holding her, but sadly, in fact he just can’t.
            “Come with me for a little ride, see the shadows passing by. Look at the sun and see the clouds turn to faces in the sky. Daydreaming lightly through the rain. All’s forgiven on a summer train.” Kelopak mata yang menyembunyikan mata biru itu perlahan membuka. Dan yang membuat greyson menahan nafas adalah, kepedihan yang terpancar dari kedua mata itu.
            “Come with me for a little ride, see the shadows passing. Come away with me, it’s gonna be all right just breathe. Come away with me, it’s gonna be all right you’ll see.” Greyson menatap langsung ke kedua pasang bola mata biru di sampingnya itu. Mengartikan, mentransformasikan, dan memberikan kepastian akan everythings allright.
            “And the winds are all crying, that this train is flying us all through the rain, I fear. And the sky is getting brighter with every mile. And it all seems clear.” Greyson mengakhiri lagu yang belum selesai sepenuhnya itu.

***

            “Hey, I’m Greyson.” Sapa Greyson ramah.
            Riccie menoleh ke arah Greyson, sehingga matanya tepat menatap mata Greyson. Riccie terdiam sejenak. “Thanks, Greyson.” Balasnya. Dingin. Ketus. Lalu ia pergi meninggalkan Greyson.
            Greyson terdiam. Berusaha mencerna potongan demi potongan kejadian tadi.

Aku bisa melihat seorang gadis yang manis dari gadis itu beberapa detik tadi. Lalu seperti ia mempunyai tombol otomatis, sepersekian detik kemudian, ia berubah. Cuek, dingin, ketus, judes, stubborn. Misterius. Jelas-jelas tadi terlihat kepedihan dari kedua bola mata birunya itu. Sekarang aku bisa mengetahui, ia hanya berura-pura kuat. Entah kenapa aku bisa melihat kerapuhan yang tersimpan rapi di dalam dirinya. Dan karena itulah aku penasaran dibuatnya.
-Greyson’s first impression of The Girl with Guitar

***

            Perlahan tapi pasti, langit mengubah warnanya. Cercah demi cercah dari pigmen ungu bermunculan di langit. Mungkin ini hari keberutungan mereka. Karena mereka bisa melihat hasil karya sang pencipta yang nan indah tersebut.

            Gadis bermata biru dengan rambut gelombang campuran brunette dan blackhead itu mengambil spot yang sempurna. Dan mulai menangkap berpixel-pixel cahaya itu ke dalam lensa cameranya. Dengan sekali lihat, orang awam pun pasti tahu ia itu profesional.

Inilah yang aku suka dari Photography. Aku tumbuh besar dengan Photography. Hidupku dipenuhi akan Photography. Aku merasakan kehilangan karena Photography. Secara tak sadar, Photography telah menjadi teman bagi takdir hidupku. Terdapat perasaan damai dan tenteram saat aku mengintip bayangan yang dibentuk oleh lensa camera. Terdapat perasaan bahagia saat aku memontret itu semua. Terdapat perasaan yang indah saat aku mengabadikan momen demi momen dalam hidup ini. Dan itulah yang mempertahan senyumku tetap berada di wajahku hingga saat ini.
- Philosophy of Photography by Riccie

***

            Ketika Riccie menoleh ke samping kanannya. Butuh beberapa detik hingga ia sadar bahwa Greyson berdiri di sampingnya. Memotretnya. Ugh.
            “What the heck are you doing here?” Tanya Riccie kesal.
            “Taking picture, I guess.” Jawab Greyson santai.
            “Taking picture of me?” Tanya Riccie mencoba sabar.
            “Right!” Jawab Greyson mantap.
            “Who do you think you are? How dare you make me your object before you ask my permission?” Tanya Riccie yang tak mampu menahan emosinya lagi.
            “Must I?” Greyson balik bertanya.
            “Whatever.” Jawabnya yang pergi meninggalkan Greyson.

***

            Riccie mengayunkan kakinya menyentuh air laut Pantai Santa Monica itu. Sesekali ia memotret kendaraan-kendaraan lintas laut yang tertangkap oleh lensa cameranya.
            “You’re really profesional on Photography, aren’t you?” Tanya sebuah suara. Riccie yang masih sibuk dengan cameranya hanya menggumam tanda setuju.
            “Why you love Photography?” Tanya suara itu lagi.
            Riccie menurunkan camera dan menerawang untuk menjawab pertanyaan yang satu itu. “My entire life just full of photography things. It made me feel happy, sad, greatful, lost, and many more. Photography things could make me still smile until now. And with Photography, I can united piece by piece of the moment of my life.”
            Riccie menoleh kepada siapa yang menanyakan hal itu kepadanya. Dan dia, lagi, lagi, dan lagi adalah lelaki yang bernama Greyson tadi.
            Riccie begitu malas untuk menerima ganguan species satu ini, memilih untuk pulang.

***

            Pemain gitar yang sangat mahir. Suara bagai bidadari. Seorang photographer handal. Tidak suka untuk di foto. Kejutan apalagi yang ada di dalam gadis itu?
            Greyson memaki dirinya sendiri. Kenapa ia bergitu bodoh tidak menanyakan nama gadis itu?




Thanks for readingJ
BIG THANKS FOR WAITING ME TO WRITE THISJ
Love you allll
Give me your feedback, can you?
            Sincerely,
            -WitchCharm18750



No comments:

Post a Comment