STUCK IN YOUR
EYES: FOUND YOU
(
#StuckInYourEyes1 )
Made by
@Rismafebst
Part 4
“Stranger”
*Maaaaaaaaaaaaaaaaaaaffffffffffff
banget udah buat nunggu lama. Kemaren-kemaren, bener-bener gak ada waktu buat
nulis. But now, Happy Reading Guys and GalsJ*
Lita dan Hana bertatapan. Berkomunikasi lewat
tatapan. Dan tatapan itu berarti, ‘She’s falling down. We must do something.
Before it’s going to be worse’. ‘Tapi apa?!’ batin Lita. ‘Gimana caranya yah?!’
batin Hana.
#Skip to: Three
Days Later, Riccie’s room
“Kenapa lo pergi sih Joel?” Gumam
Riccie di sela-sela tangisnya. Tiga hari ini hidup Riccie absurd. Hancur. Yang
bisa ia lakukan adalah menatap balkon rumah sebelah yang sekarang tak
berpenghuni itu melalui balkon kamarnya. Termenung. Dan memutar
flashback-flashback kenangannya bersama cowok yang dulu selalu tersenyum ke
arahnya dari balkon yang sedang ia pandangi sekarang.
***
Terdengar suara pintu terbuka. “Patricia
Everest Valley, bunda di sini sayang.” Ucap sosok wanita yang sangat mirip
dengan lukisan besar di ruang tengah rumah Riccie, ibunda Riccie.
“Mom” Ucap Riccie yang berlari memeluk
ibundanya itu. Baru saja Riccie ingin menanyakan kenapa ibunya bisa ada disini,
ibunya mengangguk dan memotongnya sebelum Riccie sempat mengeluarkan kata.
“Shuuss. Kenapa mom bisa ada di sini
sekarang itu gak penting sayang. Apakah kamu tau mom selalu ada di samping
kamu? Memantau setiap detik yang terjadi di hidup kamu? Mom selalu ada buat
kamu, Icci.” Kata ibunda Riccie
dengan memanggil Riccie dengan Icci.
Hanya ibundanyalah yang memanggilnya seperti itu. Kata yang diambil dari middle
name ibunda Riccie, Evarest Iccie
Valley, mom Eva.
“Tapi kenapa Icci gak pernah liat
mom?” Tanya Riccie begitu polos.
“Karena mom ada di sini Icci.” Mom
Eva menunjuk ke arah ulu hati Riccie. Berarti selalu ada di hati Riccie. Riccie tersenyum. “Icci, mom cuma mau
bilang sama Icci. Kalo Icci gak sendirian. Icci gak boleh kehilangan semangat
cuma gara-gara sahabat Icci ninggalin Icci. Seburuk-buruknya keadaan, Icci
harus bertahan, bahkan bangkit bila perlu. Kalau Icci ragu, Icci inget aja Mom
akan selalu ada buat Icci. Mom gak akan pernah ninggalin Icci.” Nasihat mom Eva
panjang lebar.
“Tapi itu susah mom.” Dengan keadaan
seperti sekarang Riccie hanya seperti anak umur lima tahun yang protes karena
diselak naik perosotan.
“Gak ada yang susah di dunia ini
kalau Icci mau berusahaJ. Icci taukan kalau misalnya mom lagi di titik
terlemah mom ngapain? Sama seperti yang suka Icci lakukan waktu Icci masih
kecil.” Kata mom Eva sabar.
“Photographs” Ucap Riccie. Mom Eva
tersenyum. Tapi Riccie juga melanjutkan dengan lemah. “Tapi photographs udah
ngebuat Icci kehilangan momL.”.
“Mom selalu di sisi kamu Icci. Mom
gak pernah ninggalin kamu. Kamu harus ingat itu Icci.” Bantah mom Eva penuh
kelembutan. Mengelus rambut anaknya tersayang yang sudah tumbuh besar itu.
Riccie tersenyum, “Tapi karena
photographs juga Icci selalu merasa mom ada di samping Icci. Photographs itu
teman Icci sama mom waktu Icci masih kecil. Dan photographs juga yang selalu
ngebuat Icci inget sama momJ. Photographs juga yang buat Icci tersenyum.”
Lanjutnya panjang lebar. Riccie tidak pernah menyangka photographs sangat
mengambil alih dalam hidupnya.
“Good girl. And Icci, mom wanna to
tell you something. If you lose something, you will find something. And
something than you found is far more better than what you lost. So, don’t
afraid my beloved Icci. Mommy loves ya.” Kata mom Eva lalu menghilang di telan
kabut.
Riccie panik dan terjatuh.
***
“Non, non, non, Non Riccie! Non gak
papa?” Tiba-tiba mbok Ijah sudah ada di hadapannya.
“Loh? Riccie dimana? Ini kenapa? Mom
Eva mana?” Tanya Riccie bingung.
“Aduh, akhir-akhir ini omongin non
Riccie ngelantur deh. Tadi ituloh mbok lagi di dapur, terus non Riccie teriak
gitu, terus pas mbok ke sini, non malah tidur. Non mimpi nyonya yah? Sabar yah
non.” Jawab mbok Ijah. Riccie berpikir apakah kejadian ini sebuah pertanda? Or
what? Dia tak mungkin bermimpi. Kalaupun itu mimpi kenapa ia berteriak?. Aneh,
sungguh aneh.
“Oh, Riccie gak apa-apa kok mbok.”
Ucap Riccie agar mbok Ijah tenang.
“Yowes mbok tinggal yah non.” Kata
mbok Ijah yang pergi meninggalkan Riccie.
Riccie terdiam lama. Lalu ia
mengambil cameranya dan berganti baju dengan kaus one shoulder neck gombrong
dan hotpant. Saat ini yang ia butuhkan adalah photographs!. Tapi sebelum keluar
dari kamarnya, Riccie mengambil gitar kesayangannya. White Hug, itulah nama
gitar Riccie. Sesuai namanya, iya berwarna putih dan ada sedikit ukiran hitam.
Menurut Riccie, gitarnya ini melambangkan sebuah pelukan murni dan manis.
Pelukan? Karena ia harus memeluk gitar untuk memainkannya.
All that Riccie want to do is going
to the beach. Catching Purple Sky with her camera’s lens. Sing her heart out.
Playing with her guitar. Let the angrier in her going away. Let the
dissapointment in her flying away. Let her to forget him.
*otherside*
“Greyson, you got free time until
tomorrow.” Kata Stacy, manager dari Greyson Chance.
“Thanks god!” Canda greyson dengan
ekspresi seperti orang yang terkena keajaiban. Lalu ia membereskan
lembaran-lembaran beberapa not balok di sekitarnya. Sampai ia melihat cover
belakang albumnya terselip di beberapa kertas itu. Dan kata-kata yang terlihat
pertama kali olehnya adalah ‘Purple Sky’. Ahh, he misses Purple Sky.
Dan terlintaslah ide untuk melewati
free timenya ini. Photographs. Catching Purple Sky with his camera’s lens. And
it’s more perfect in the beach.
Dan keluarlah ia dari studionya yang
berada di kawasan Santa Monica itu. Pergi menuju pantai di daerah itu.
*Santa Monica
State Beach Park*
Sesampainya Riccie di sana, ternyata
ia terlalu cepat. Langit belum mau berubah menjadi purple. ‘Ahh, lebih baik gue
cari spot sepi.’ pikir Riccie.
***
Greyson telah sampai di pantai. Tapi
ia menatap langit kecewa. Ia hanya mengharapkan, langit mau berubah warna.
Semoga kali ini ia beruntung, batinnya.
Greysonpun mulai mencari spot sepi.
Agar antisipasi salah satu enchancers dapat mengenalinya. Untunglah ia sudah
memakai jaket dan kali ini ia memakai cap-nya.
Setelah mememukan spot yang
sempurna. Tetapi mata greyson tertuju pada seorang gadis. Rambut gelombang
panjangnya campuran antara brunette dengan blackhair, menjadikannya lebih mirip
darkhair. Tetapi rambutnya memberikan kesan ‘asian girl’. Rambut panjang itu
tergerai tanpa pony, dan angin pantai yang mengacak-acaknya menjadikan itu
sebuah keindahan tersendiri. Ia berjalan mendekat ingin melihat lebih dekat
gadis itu. Ohgod, her eyes… biru, amat sangat bening, biru laut nan bening.
Astaga, mata itu membuatnya heartstops. Aneh, sangat aneh. Ia tidak tahu apa
kekuatan dari mata itu sehingga membuatnya seperti ini. Perhatiannya yang
selanjutnya adalah bibir tipis nan manis gadis itu yang lucunya berwarna pink,
dan greys yakin itu bukan hasil polesan make up belaka. Sungguh, muka itu
bagaikan seorang angel yang tersesat di bumi.
Kesan pertama yang ia dapat dari
gadis itu adalah menarik, manis, dan cantik. Apalagi setelah melihat kamera
yang terletak di sampingnya. Dan gitar di pelukannya. Ia tersentuh.
Tetapi semakin ia dekat, greyson
sadar satu hal. Mata biru penuh keajaiban itu berlinang air mata. Dan petikan
gitar itu memiris hati.
N.P. When You’re Gone by Avril
Lavigne (Acoustic Version)
***
“I always needed time on my own. I never thought i’d need you there when
i cry.” Riccie memetik dawai White Hug. Lagu ini, petikan ini, ia persembahkan
untuk Joel.
“And the days feel like years when i’m alone, and the bed where you lay,
is made up on your side.” Riccie menyanyi dengan penuh penghayatan. Ungkapan
atas kepedihannya akhir-akhir ini.
“When you walk away, i count the steps that you take, do you see how
much i need you right now?” Yap itu benar. Ia butuh Joel.
“When you’re gone. The pieces of my heart are missing you. When you’re
the face i came to know is missing too. When you’re gone all the words i need
to hear to always get me through the day, and make it Ok, i miss you.” Dan air
mata Riccie pun tak tahan ia bendung.
“I’ve
never felt this way before, everything that i do, reminds me of you.” Lantunan
nada indah keluar dari pita suara Riccie. Tapi nyanyian itu, lirik itu, sangat
memiris hati siapapun yang mendengarnya, terutama hati yang menyanyikannya. “And
the clothes you left, they lay in my floor, and they smell like you, i love the
things that you do.”
“When you walk away, i count the steps that you take, do you see how
much i need you right now?” Akankah pertanyaan ini dijawab oleh Joel?
“When you’re gone, the pieces of my heart are missing you, when you’re
gone the face i came to know is missing too, when you’re gone all the words i
need to hear to always get me through the day, and make it Ok, i miss you.”
Sekarang cairan bening itu mengalir lebih deras. Apakah Riccie akan kuat
menanggung semuanya?
“We were made for each other, out here forever, i know we were, yeah,
yeah, all i ever wanted was for you to know, everythings i do i give my heart
and soul, i can hardly breath, i need to feel you here with me! Yeah.” Suara
Riccie bergetar hebat. Ia marah. Tetapi ia tidak marah kepada siapapun, tunggu,
mungkin Joel. Tetapi ia lebih marah kepada dirinya sendiri.
“When you’re gone the pieces of my heart are missing you, when you’re
gone the face i came to know is missing too, when you’re gone all the words i
need to hear to always get me through the day, and make it Ok, i miss you.”
Riccie menghentikan petikan gitar yang mengharukan itu. Riccie menutup mukanya
dengan kedua tangannya. Berharap itu bisa menyembunyikan dirinya dari kekalutan
yang sedang membalutnya. Dan iapun, menangis lagi dan lagi.
***
Suara itu. Petikan itu. Tangisan
dari mata biru itu. Permainan gitar gadis itu. Sungguh membuatnya tersentuh,
lagi, dan lagi.
Entah kenapa kaki Greyson membawanya
langkah demi langkah mendekati gadis itu. Pita suaranya secara otomatis
melantunkan nada-nada acapella dari lagunya yang berjudul, ‘summertrain’.
“Come with me for a little ride, see the shadows
passing by. Look at the sun and see the clouds turn to faces in the sky. We’ve
been awake all night, shattered dreams all around. Close your sad, sad eyes we
will be safe and sound.” Suara malaikat bermata coklat itu terdengar sangat… indah.
“Come
with me for a little ride, see the shadows passing by. Look at the sun and see
the clouds turn to faces in the sky. Daydreaming lightly through the rain. All’s
forgiven on a summer train.” Greyson tersenyum. Sangat ingin untuk membuat
sepasang sudut bibir mungil di depannya ini melengkung ke atas juga.
***
Riccie tersontak. Kaget bercampur
malu. Tanpa sadar ia menghapus air mata yang menghiasi wajahnya.
But she couldn’t help it that she
can do nothing at all. All she can do is she can’t move. She’s stuck with the
time. At least, she just close her eyes and listening to him carefully.
Suara itu entah mengapa membuatnya
tenang. Damai. Tenteram. Membuatnya merasa… loved.
Lagu itu, summertrain. Lagu yang
pernah membawa semangat dan tawa disaat masa-masa sulit du rumah Hana
(#StuckInYourEyes1: part 3).
***
“Come with me for a little ride, see the shadows
passing by. Seems we are a thousand miles away from last night. As you sigh in
my ear, kiss the rain goodbye.” Melihat kebelengguan gadis di depannya itu,
Greyson prefer to sit right next to her. Hopefully if he can be holding her,
but sadly, in fact he just can’t.
“Come
with me for a little ride, see the shadows passing by. Look at the sun and see
the clouds turn to faces in the sky. Daydreaming lightly through the rain. All’s
forgiven on a summer train.” Kelopak mata yang menyembunyikan mata biru itu
perlahan membuka. Dan yang membuat greyson menahan nafas adalah, kepedihan yang
terpancar dari kedua mata itu.
“Come
with me for a little ride, see the shadows passing. Come away with me, it’s
gonna be all right just breathe. Come away with me, it’s gonna be all right
you’ll see.” Greyson menatap langsung ke kedua pasang bola mata biru di
sampingnya itu. Mengartikan, mentransformasikan, dan memberikan kepastian akan
everythings allright.
“And
the winds are all crying, that this train is flying us all through the rain, I
fear. And the sky is getting brighter with every mile. And it all seems clear.”
Greyson mengakhiri lagu yang belum selesai sepenuhnya itu.
***
“Hey,
I’m Greyson.” Sapa Greyson ramah.
Riccie
menoleh ke arah Greyson, sehingga matanya tepat menatap mata Greyson. Riccie
terdiam sejenak. “Thanks, Greyson.” Balasnya. Dingin. Ketus. Lalu ia pergi
meninggalkan Greyson.
Greyson
terdiam. Berusaha mencerna potongan demi potongan kejadian tadi.
Aku bisa melihat seorang gadis yang manis dari gadis itu
beberapa detik tadi. Lalu seperti ia mempunyai tombol otomatis, sepersekian
detik kemudian, ia berubah. Cuek, dingin, ketus, judes, stubborn. Misterius.
Jelas-jelas tadi terlihat kepedihan dari kedua bola mata birunya itu. Sekarang
aku bisa mengetahui, ia hanya berura-pura kuat. Entah kenapa aku bisa melihat
kerapuhan yang tersimpan rapi di dalam dirinya. Dan karena itulah aku penasaran
dibuatnya.
-Greyson’s first
impression of The Girl with Guitar
***
Perlahan
tapi pasti, langit mengubah warnanya. Cercah demi cercah dari pigmen ungu
bermunculan di langit. Mungkin ini hari keberutungan mereka. Karena mereka bisa
melihat hasil karya sang pencipta yang nan indah tersebut.
Gadis
bermata biru dengan rambut gelombang campuran brunette dan blackhead itu
mengambil spot yang sempurna. Dan mulai menangkap berpixel-pixel cahaya itu ke
dalam lensa cameranya. Dengan sekali lihat, orang awam pun pasti tahu ia itu
profesional.
Inilah yang aku suka dari Photography. Aku tumbuh besar dengan
Photography. Hidupku dipenuhi akan Photography. Aku merasakan kehilangan karena
Photography. Secara tak sadar, Photography telah menjadi teman bagi takdir
hidupku. Terdapat perasaan damai dan tenteram saat aku mengintip bayangan yang
dibentuk oleh lensa camera. Terdapat perasaan bahagia saat aku memontret itu
semua. Terdapat perasaan yang indah saat aku mengabadikan momen demi momen
dalam hidup ini. Dan itulah yang mempertahan senyumku tetap berada di wajahku
hingga saat ini.
- Philosophy of Photography by Riccie
***
Ketika
Riccie menoleh ke samping kanannya. Butuh beberapa detik hingga ia sadar bahwa
Greyson berdiri di sampingnya. Memotretnya. Ugh.
“What
the heck are you doing here?” Tanya Riccie kesal.
“Taking
picture, I guess.” Jawab Greyson santai.
“Taking
picture of me?” Tanya Riccie mencoba sabar.
“Right!”
Jawab Greyson mantap.
“Who
do you think you are? How dare you make me your object before you ask my
permission?” Tanya Riccie yang tak mampu menahan emosinya lagi.
“Must
I?” Greyson balik bertanya.
“Whatever.”
Jawabnya yang pergi meninggalkan Greyson.
***
Riccie
mengayunkan kakinya menyentuh air laut Pantai Santa Monica itu. Sesekali ia
memotret kendaraan-kendaraan lintas laut yang tertangkap oleh lensa cameranya.
“You’re
really profesional on Photography, aren’t you?” Tanya sebuah suara. Riccie yang
masih sibuk dengan cameranya hanya menggumam tanda setuju.
“Why
you love Photography?” Tanya suara itu lagi.
Riccie
menurunkan camera dan menerawang untuk menjawab pertanyaan yang satu itu. “My
entire life just full of photography things. It made me feel happy, sad,
greatful, lost, and many more. Photography things could make me still smile
until now. And with Photography, I can united piece by piece of the moment of
my life.”
Riccie
menoleh kepada siapa yang menanyakan hal itu kepadanya. Dan dia, lagi, lagi, dan
lagi adalah lelaki yang bernama Greyson tadi.
Riccie
begitu malas untuk menerima ganguan species satu ini, memilih untuk pulang.
***
Pemain
gitar yang sangat mahir. Suara bagai bidadari. Seorang photographer handal.
Tidak suka untuk di foto. Kejutan apalagi yang ada di dalam gadis itu?
Greyson
memaki dirinya sendiri. Kenapa ia bergitu bodoh tidak menanyakan nama gadis
itu?
Thanks for readingJ
BIG THANKS FOR WAITING ME TO WRITE THISJ
Love you allll
Give me your feedback, can you?
Sincerely,
-WitchCharm18750

No comments:
Post a Comment