“Bangkai Indah yang
Membingkai Hatiku”
Greyson Short Story
Made by @Rismafebst
*aku buat short story ini sebenarnya untuk ikut kuis #JonasShopIndoWithGMCIndoQuiz-nya @GreysonMCIndo._. But I would like to post it in here. And you can see another version of this story in click here*
*GREYSON’S POV*
February 11th 2010: After
football match
“Greyson!” Sebuah suara memanggilku.
Ah yah, tentu saja suara itu milik Lauren, mantan terindahku yang berambut
pirang itu. Walau aku akui aku masih ada rasa dengannya. Tapi kurasa apa yang
ada diantara kami telah usai. Yah, aku sih berharap tidak.
“Hey, what’s up La?” Tanyaku ketika
gadis yang masih belum bisa membuatku move on itu tepat berada di depanku.
“Lihat deh. You should join this
competition. Corbin and I would love to join this thing.” Jawab Lala. Oh yah,
tentu saja, Corbin Metz, Lauren’s new boyfriend. And sadly, my best friend. How
can it get worse?
Tapi akhirnya aku melihat pamflet
itu. “Show Your Talent Competition. Tunjukan bakatmu yang menakjubkan, it can
be anything, tanpa terkecuali. Hmmm, sounds great. Count me in.” Kataku pada
akhirnya.
^^^
March 1st 2010: The Show
Your Talent Competition
“Ladies and gentlemen, this is all
of talented boys and girls from our Oklahoma City!” Suara dari presenter itu
menggelegar. “We have Anne Folten! Barbara Santana! Rafflesia Cheyenne! …” Para
kontestan diperkenalkan satu per satu. “… Corbin Metz! … Lauren Westphalen! …
Greyson Chance! …”
“We have a quarantine system in
here. Laki-laki dan perempuan akan bersaing secara terpisah sampai terdapat
Fantastic Four Contestant yang bertahan.Dua laki-laki dan dua perempuan. After
that, we will choose two teams by lottery. A guy with a girl…” Aturan kompetisi
ini dibacakan. Huh, belum apa-apa aku sudah malas mendengarkannya.
^^^
March 3rd 2010 – April 18th
2010: Compete by quarantine system
Persaingan di dalam karantina terus
bergejolak. Tetapi luckily, aku masih bisa bertahan. Sungguh, aku sangat berterima kasih kepada
teman seperjuanganku, piano.
Keajaiban adalah saat aku dengan piano dan Corbin dengan dance-nya berhasil
mendapat tempat dalam Fantastic Four. Dan aku dengar Lauren juga mendapatnya
bersama… mereka memanggilnya si bangkai._.
^^^
April 20th 2010: Team with
Mysterious Rafflesia
“Greyson Michael Chance with
Rafflesia Edelweis Cheyenne.” Hasil undian itu. I think it feels awkward to be
teamed with stranger-_- And with a freak name one. No idea, really.
Raffles, gadis seumuran denganku.
Aku tahu dari Lala, Rafflesia diambil dari nama Rafflesia Arnoldi yang
merupakan nama species dari ‘bunga bangkai’. Sungguh, aku tidak mengerti jalan
pikiran orang tuanya saat memberikan anak mereka nama. Nama adalah doa, bukan?
Tetapi aku juga heran dengan mereka
yang hanya memperhatikan kata ‘Rafflesia’ saja. Padahal nama tengahnya adalah
Edelweis yang merupakan bunga terindah yang pernah aku lihat. Apakah semua
manusia harus memiliki perspektif negatif yang lebih menonjol? Kebanyakan dari
manusia, jarang sekali memiliki perspektif yang positif. Why are we always
selfish?
Tetapi tak tahu kenapa ia bisa
membuat hatiku tersentuh everytime they called her ‘bunga bangke’ atau ‘bunga
bangkai’. Dia hanya menundukkan wajah ataupun mengacuhkan mereka. Tapi entah
bagaimana caranya aku tahu ia menahan marah, bukannya lemah. Apakah aku sudah
bisa membaca mata seseorang tanpa pernah berbicara dengannya? Entahlah.
Namanya memang agak, upss maaf,
sangat aneh. Tetapi cewek british ini lumayan menarik dan juga… misterius. Mata
birunya yang sebening laut itu bersinar saat ia memainkan drum-nya diatas
stage. Tetapi mata itu terlalu suram saat dibelakang stage. Mysterious, I know.
Rambut brunette-nya membentuk wave yang sempurna saat ia bermain drum.
Tingginya yang hampir sama denganku. Aku tahu yang ada di dalam pikiran kalian,
cantik bukan?
Yah, semoga saja aku tabah untuk
satu team dengannya.
Aku menarik napas dan membuka
challenge team yang pertama, Hiking.
God, hope this would be nice.
^^^
April 28th
2010: Hiking Challenge
“Rafflesia Edelweis Cheyenne?
Rafflesia Arnoldi?” Sapaku ketika kedua team harus bersiap-siap bersama. Catat!
Bersama. Cewek itu hanya bergumam tidak jelas. See? I regret to start a
conversation with her. “Excuse me, but I asked you.” Tambahku sedikit menahan
emosi.
“You asked me what? Lo kan udah tau
nama gue yang menurut semua orang disini ‘aneh’, banget malah, I thought.
Terus?” Jawabnya tanpa sama sekali ada rasa ramah. But finally, I’ve been
officially talked to her, okelah aku mencoba untuk sabar.
“Hey, why we must start a friendship
with this things? We’re a team, aren’t we?” Tanyaku.
Dia terdiam cukup lama, hingga
sepatah kata keluar dari mulutnya, “Call me Raffles or Cheyenne.” Yeay, got it!
“Yep, Cheyenne. Nice to know you.”
Aku tersenyum. Dan tak disangka senyum itu terbalas oleh sepasang bibir pink
mungil itu.
“Nice to know you too, Chance.” She
whispers.
***
“Ladies and gentlemen, boys and
girls, all the contestant, let the challenge begin.” Suara itu membuka
tantangan itu.
Aku memutar badanku dan mengulurkan
tanganku. “How about holding hand, Chey? In there, will be so much cold,
yaknow.”. Apa aku daydreaming? Karena Raffles membalas uluran tanganku dan
menggenggamnya erat. Feels like a dream. But a good, no! a best one;).
“Chance?” Raffles memanggilku
ditengah perjalanan. Aku menatapnya. “Thanks.” Gumamnya.
“For what?” Tanyaku.
“For being my friend. No one but you
in this competition wants to be friend with me. Even your ex and your best
friend.” Jawabnya sambil menundukkan wajah.
“What’s wrong with you, Chey?”
Tanyaku bingung. Tapi tak kunjung mendapat balasan. Aku memegang dagunya dan mengangkatnya
sehingga memaksanya menatapku.
“I’m… some kind of trouble maker.
And fyi, my last best friend died because of me. He wante…” Aku bisa melihat
air mata di pelupuk matanya. Aku memeluknya dan memberikan tanda untuk
melanjutkan dan semacam isyarat dari ‘you’ll be fine with me’. “He wanted to
safe me from a big truck, but… but…” Isakannya semakin besar dan aku merasakan
air hangat di daguku. Aku mengisyaratkannya untuk berhenti. Tentu aku bisa
menebak apa kelanjutannya.
“Cheyenne, why I don’t want to be
friend of you just because of that? Kematian itu ada di tangan Tuhan, sweetie.
It wasn’t your fault. It was destiny. Dan sekarang, aku memelukmu, itu juga
takdir.” Aku merasakan guncangan di tubuhku. Raffles tertawa! Because of me!
“Let’s go, Greys.” Kata-katanya
tenggelam dalam pelukanku. Tapi aku masih mendengarnya dengan jelas.
***
Aku merasakan tangan Raffles semakin
mengerat dalam gendonganku. “Chey?” Tapi aku tak mendapatkan balasan apapun,
bahkan gumaman sekalipun. Aku memutuskan untuk menurunkannya dan…
Hidung Raffles berdarah! Seketika
kepanikan menjalari saraf-saraf di tubuhku! “Chey! Kamu kenapa?!” Teriakku
tanpa sadar.
“Hah? Oh! Nope Greys, I’m just
tired. Can we take a rest for a couple of minutes?” Jawabnya lemah.
“Are you sure? Of courseJ” Jawabku.
“Hmmm, Greys? Can I borrow your
shoulder?” Tanya Raffles tiba-tiba. Mimpi apa aku semalam?
“Sure!” Jawabku. “Hmmm, Chey? Can I
hug you?” Tanyaku perlahan. Dan sebagai jawabannya Raffles menarik tanganku dan
mengalungkannya disekitar tubuhnya.
“Sure. Imma little bit cold in
here.” Sudut bibirnya terangkat keatas. Senyuman itu.
“Tapi, aku gak percaya kalau kamu
itu cuma kecapean. Pasti ada alasan yang kuat kan?” I whisper.
“Janji jangan ketawa yah?” Tanyanya.
Aku membalas dengan gumaman tanda setuju. Tapi entahlah aku akan menepatinya
apa tidak. “Aku phobia ketinggian._.” Lanjutnya. Kemudian kusambut dengan gelak
tawa.
“Najis ish malah ketawa-_-“
Komentarnya.
“Why don’t you tell me? We can’t
going up again.” Kataku disela-sela gelak tawaku.
“Why?” Tanyanya bingung.
“Because I won’t hurt you,
Cheyenne.” Jawabku halus.
***
“Baby,
you’ll be famous.Chase you down until you love me. Paparazzi.” Ipodku
melantunkan lagu dan memainkan videoku saat meng-cover salah satu idolaku itu.
“Nice voice. What are you doing, Greys?”
Suara itu datang dari sudut ruangan. Tepatnya dari kasur tempat gadis itu
tertidur. Tapi sekarang ia sudah terbangun.
“Hey, udah baikan?” Sapaku lembut
dan menghampirinya.
“Yep, because of you, Greys.”
Senyumnya lemah. Aku memainkan rambutnya. “Hey, I want to know whatya doin’?”
Lanjutnya.
“Watching this video.” Aku
menunjukan Ipodku kepadanya.
Vokalnya yang luar biasa, kuat tapi
indah, penuh tenaga tapi keren, bersemangat tapi menghanyutkan, jelas tapi
menghipnotis. Jari-jarinya menari-nari diatas tuts-tuts hitam putih itu. Hal
yang cukup membuat breath-taking selama 3 menit 38 detik.
“Put it on YouTube! I’m serious!
Baby, you’ll be famous! Not just in here! But in this world! Trust me! I’ve
been enchanted for awhile you know! So, everybody will!” Ucapnya semangat.
“Great idea! I willJ. But wait, Are you enchanted?
Really?” Kataku.
“Hmmmm, no, I think. I’m not
enchanted. But I’m enchancers for you, Greyson Chance.” Jawabnya. Lalu aku mencium
keningnya dan terlelap. Menyambut mimpi indahku malam ini.
^^^
April 29th 2010: Goodbye
or See you………?
“Aku didiskualifikasi Greys. Can’t
you get it? I can’t fight this, no more.” Kata-kata itu berputar hebat
dibenakku. Sekelilingku, koper, terminal kedatangan, perpisahan, pertemuan,
semua menghambur jadi satu. Secepat inikah?
“Tapi kenapa kamu bisa
didiskualifasi? I don’t get it, Chey.” Bantahku. Sebisa mungkin menahan
kepergiannya.
“You don’t have to get it. I’m just
done until here.” Katanya. Taxi yang akan dipesan pihak Raffles telah datang.
“So, goodbye or see you?” Tanyanya ragu.
“See you, my Cheyenne.” Jawabku
mantap. But still, letting go is never been easy for me. But my last word, can
we meet each other again?
^^^
May 12th 2010: The Ellen
DeGeneres Show
Semua berlalu cepat seperti mimpi.
I’m like living in the dream. Hari-hariku tanpa Raffles. Gadis yang aku baru
sadar, telah membuatku jatuh cinta. Telah membuatku melupakan Lala. Membuat
sudut pandangku menjadi lebih baik. Memang sangat sebentar waktu kami untuk
bersama. Tapi itu cukup membuatnya sangat berarti untukku.
Aku ingin sukses. Seperti apa yang
pernah Raffles katakan.
^^^
A year later…
April 20th 2011: Back to
Oklahoma
Setahun terakhir ini merupakan tahun
yang benar-benar telah merubah hidupku. Aku tahu advantages dan disadvantages
menjadi seorang pabrik figur. Tapi percayalah, aku telah siap.
Bahkan sekarang aku telah memiliki
fans. Hal yang bahkan tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Aku senang memanggil
mereka Greysonators, dan terlebih lagi…
Enchancers. ‘I’m Enchancers for you, Greyson
Chance.’ Gadis itu…
Meeting Her Again,
Please?
My only wish, for now. Can it be
comes true? I wish.
^^^
Day by Day: Searching Her
Aku merasa begitu bodoh. Sungguh.
Seandainya dulu, aku meminta contact-nya. Sekarang, aku tidak bisa pergi
kemana-mana tanpa menyamar. Percayalah, itu suatu hambatan untuk mencari
seseorang.
^^^
April 26th 2011: The
result
Late at night, I’m feeling so damn
tired. But I don’t want a rest! Because finally! I got her address!. Rasanya
seperti menemukan oasis di tengah-tengah gurun pasir yang gersang dan tandus.
^^^
April 27th 2011: Meeting
her?
Aku mendatangi rumah minimalis yang
bergaya mediterania itu. Selera yang bagus, kupikir.
“Excuse me, can I meet Rafflesia Edelweis
Cheyenne?” Tanyaku kepada satpam yang berjenggot mirip Albus Dumbledore dalam
novel kesayanganku, Harry Potter.
“Maaf, mas siapa yah?” Tanyanya
balik.
“Saya Chance. Temennya Raffles pak.”
Jawabku polos.
Jawaban selanjutnya membuat duniaku
seakan runtuh, oke ini lebay._.V
“How can?” Tanyaku.
“Gagal ginjal mas. But don’t worry,
Ms. Raffles will go home ASAP. She’s fineJ.” Jawaban satpam keterunan Albus
dalam dunia nyata itu.
“Boleh saya tahu, which Hospital?”
Tanyaku.
^^^
April 28th
2011: Meeting Her, after a year.
Pertemuan yang tidak seperti apa
yang dibayangkan, this moment is kind of that. Aku membuka salah satu pintu
ruangan di gedung yang paling aku benci, hospital.
I hate being in here. There’s
something like people sick, die, cry, hope, letting something, got something. I
hate here as same as I hate to be in airpoirt. Tempat-tempat perpisahan.
Pintu itu begitu dingin. Mungkin,
mencerminkan kekejaman gedung ini. Tetapi apa yang aku lihat di dalam lebih
dingin lagi.
“Chey?” Panggilku pelan.
“Owh, kenapa gue terus denger suara
lo sih-_- lama-lama gue pindah ke rumah sakit jiwa nih.”
Aku tersenyum atas fakta yang satu
itu. “Aku sungguh disini Chey.” I whisper in her ear.
Raffles memutar kepalanya dan dengan
cepat aku mencium keningnya. Seperti yang telah aku perkirakan, sepasang sudut
bibir yang melengkung manis keatas menyambutku. Aku membalasnya dengan pelukan.
Dengan senyum yang tak bisa ku hapus dari wajahku.
“Greys! I miss you so much!” Pekik
Raffles.
“Remember this day?” Tanyaku yang
masih memeluk Raffles.
“April 28th. Greyson Day.
The Hiking Challenge Day. The Day I officially talk to you. The Day you
uploaded Paparazzi Video. The best day of the year.” Jawabnya panjang lebar.
“Good girl” Ucapku yang melepas
pelukan dan menatap mata Raffles. Tanganku memegang pipinya yang dingin,
mencoba mentransformasikan kehangatan dari hatiku kepadanya. “Why you are in
this creepy building?” tanyaku lembut.
Raffles terkekeh, “This creepy building
called Hospital. I know you knew. But that was passing away. I’m going out from
here tomorrow. Everything gonna be allright.” Jawabnya.
“G-hos-T-pital!” Teriakku. Dan
lagi-lagi disamput oleh suara renyah gelak tawa milik Raffles. “Hey, apa kamu
tahu aku sudah memiliki fans?” Lanjutku.
“Enchancers and Greysonators? Tell
me something I don’t know about you.” Jawabnya sotoy.
Aku mencubit pipi Raffles main-main.
“Do you want some ice cream?” Tawarku.
“I’m too stupid to ignore ice
cream!” teriaknya seperti anak kecil.
“But I just have a cone. Mau makan
bareng?” Tanyaku.
“Kamu gak rabies kan?” Tanyanya
balik.
“Kind of, I think.” Jawabku bercanda
dan langsung memakan ice cream.
“I want it, too!” Protes Raffles
yang merebut ice cream dari tanganku. Jadilah, siang itu penuh dengan ice
cream.
“By the way, you used to call me
Chance. But why now, you call me Greys?” Tanyaku disela-sela acara ice cream
party kami.
“Because I’ve called all of
strangers with their last name. And when I get to know you, I know, you’re not
the one of them. You have some meaning for me, fyi.” Jawab Raffles santai. Tapi
bagiku kata-kata itu layaknya sebuah celah untuk membuka pintu hatinya.
***
*RAFFLES’S POV*
Di
depanku terdapat sesosok lelaki yang memakai jas hitam. Rambutnya yang sewarna
dengan matanya. Bibirnya yang mempesona tersenyum kepadaku. Dalam sebuah altar
putih yang indah. Pesonanya menyihirku. Greyson itu indah.
Usapan lembut di puncak kepalaku
membawaku kembali ke realita yang ada, seketika langsung membuang ilusiku.
Membangunkanku dari mimpi indahku itu.
Tapi saat aku tahu orang yang tadi
aku mimpikanlah yang telah membangunkanku, aku bersumpah bahwa aku sangat
bersyukur.
“Chey, you should take your
medicines.” Katanya lembut. Aku mengangguk lemah. Sebenarnya masih seperti di
dalam mimpi. Masih mengumpulkan sepotong demi sepotong nyawaku yang tadi pergi
entah kemana. Nyawa… nyawa… back to momma!!!
“Greys, I’m bored.” Kataku setelah
selesai meminum obatku. Sejujurnya, sepersekian detik aku baru sadar, jam sudah
menunjukkan pukul 11.11 pm.
“How about we’re playing something?”
Usul Greyson. Aku merasakan sebuah tangan melingkar disekitar leherku.
Memberikan sentruman aneh kepada sarafku…
“Main apa bang?” Tanyaku berusaha
melawan detak jantungku yang sedang mengadakan konser akbar.
“Bang? Bangke maksudnya?-_-.” Gumam
Greyson pelan. Tapi, yap, aku bisa mendengarnya dengan jelas.
“Kurang ajar-_-“ Oke, kalo aku gak
mau main gimana?” Balasku sambil memukul Greyson main-main.
“Yah yah yah, jangan marah dong
Chey.” Ucap greyson dengan muka puppy face-nya. Oke, ingin rasanya aku menamparnya.
Kenapa ia bisa begitu menggemaskan dan mempesona dalam setiap waktu sekaligus?.
“Hey, how about playing card? I bought that!” Lanjutnya.
“Sounds cool! Come on! Main cangkulan
aje ye” Setujuku bersemangat. Lalu Greyson melepas pelukannya. Feels like
something missing in me. Don’t know why.
Greyson membagi-bagikan kartu remi
yang bergambar… BARBIE?!. Wadafak?
“You haven’t told me you love
Barbie.” Tuduhku langsung. Sebenarnya aku sangat ingin sekali untuk tertawa.
Greyson hanya menampakkan wajah
innocent tanpa rasa malu-nya. Lalu aku menyemburkan tawaku yang sudah diujung
jalan itu.
“Stop laughing, bangke. Let’s
playing!” Potongnya.
2 kartu wajik, 3 kartu tempe, 2 kartu
kiting. Aku melihat kartuku. Tak ada heart-_-“. Dan sialnya kartu pertama itu
heart-_-.
“Yang nyocok alay ish. Masa aku gak
punya heart!” Gerutuku yang sudah siap mencangkul kartu di bandar.
Tetapi sebuah tangan lembut tapi
kuat menahan pergelangan tanganku. Aku melihat tangan itu. It’s Greyson’s. Aku
mendongak dan langsung tepat menatap sepasang sleepy eyes itu. Tatapan yang
mampu, well, membuatku meleleh.
Greyson memberikan sebuah kartu.
Merah. Heart. Queen. Queen Heart!
Aku menatapnya bingung.
“Take this. You said you didn’t have
heart card, did you?. So, here’s my Queen Heart card. For ya, Chey.” Kata
Greyson seakan membalas tatapan bingungku.
“But, how can? In rule and re-”
Ucapanku terpotong oleh jari telunjuk Greyson yang menempel pada bibirku.
Memberikanku sengatan listrik lagi, lagi, dan lagi.
“Because you’re the Queen of my
Heart, Cheyenne” Aku merasa lebih meleleh dari besi yang meleleh pada suhu 100o
C yang merupakan sebuah titik leleh.
Kejadian selanjutnya amat sangat
tidak pernah aku bayangkan.
Apakah hanya perasaanku saja bahwa
tatapan greyson menjadi lebih lembut, lebih… menghanyutkan. Aku juga merasa
jarak diantara kami semakin dekat. Jantungku kembali berpacu melebihi batas
normal lagi, lagi, dan lagi. Greyson melepas jari telunjuknya dari bibirku.
Tapi segera tergantikan oleh bibir basahnya yang melumat bibirku. Perlahan,
lembut, manis, dan misterius.
Seketika tulangku menghilang entah
kemana. Tetapi tangan kuat Greyson sedia di sekelilingku. Memelukku erat. Menopangku
dari keluluhlantahan diriku dalam dekapan hangatnya.
Perlahan, aku terhanyut kedalam
euforia yang Greyson buat. Aku mengalungkan tanganku di sekitar lehernya.
Mendekapnya. Dan membalas ciumannya dengan gairah yang sama.
Aku merasakan Greyson tersenyum
dalam ciuman itu. Dan akupun ikut tersenyum. Bahagia, itulah yang aku rasakan.
***
*GREYSON’S POV*
Black
Kiss. Ciuman yang misterius tapi manis. Ciuman yang tertutup tapi lembut.
Ciuman yang hitam tapi hangat. Ciuman yang misterius dan indah.
Aku merasakan suhu hangat dari tubuh
Raffles. Mataku melirik jam dinding, 11.59 pm. Sudah waktunya Raffles
istirahat. Aku melepas black kiss itu perlahan-lahan.
Aku tersenyum. Sungguh, ciuman yang
indah. “You should be sleep darl” Ucapku.
“I’ll have a nice dream tonight” Balas
Raffles yang sudah mengambil posisi tidur.
“But I wanna talk with you, first.”
Tahanku, tersenyum nakal.
“Woo, what kind of smile that?.
Okay, talk about what?” Tanyanya.
“You and me. Us. And you haven’t
answer my question” Jawabku.
“What question? You don’t even ask
me a ques-” Kata-kata terpotong saat aku menyodorkan kartu Queen Heart tadi.
“Would you like?” Tanyaku
memberanikan diri. Kalau bukan sekarang kapan lagi bukan? I don’t wanna regret.
Aku tersenyum saat melihat Raffles
speechless saat menyadari arti tersirat dari pertanyaanku itu. Pernyataan yang
bisa membawanya menjadi milikku, dan aku menjadi miliknya.
Raffles memelukku. Aku tentu sudah
tahu jawaban dari Raffles. She’s mine, and I’m hers now.
Aku melihat air mata pada pelupuk
matanya, aku mencium sudut matanya untuk menghapusnya.
“And baby, before you fall asleep, I
want to fall for you first.” Ucapku sebelum malaikat mimpi mendatangiku.
^^^
April 29th 2011
Aku terbangun dengan tempat tidur
yang kosong. Otakku belum sepenuhnya bekerja. Irisan-irisan nyawaku masih
berkeliaran entah kemana. Nyawa… nyawa… back to daddy?!
Kemana Raffles pagi-pagi seperti
ini?. Bukankah pacarku ini harus bersiap-siap untuk meninggalkan g-hos-t-pital
ini?.
Aku melangkah gontai keluar kamar.
Sebuah kereta dorong mayat melintas di depanku. Sejuta kemungkinan
bernyanyi-nyanyi di benakku. Kemana CHEYENNE-KU?
Tetapi semua itu hilang ketika aku
melihat sosok Raffles yang sedang duduk manis di lantai di sampingku.
“Chey? Baby? Good morning!”
Panggilku.
Raffles menoleh kepadaku. Tersenyum
manis. Sangat menawan. “Good morning, babe! How’s your sleep?”
“Best dream ever. Cause now, you’re
mine! How about you, sweetheart?.” Jawabku berbunga-bunga.
“After the kiss? And the night when
you fallen for me? Incredible!” Balasnya.
“Ready for get out from this
ghostpital?” Tanyaku lembut.
Tiba-tiba air mata Raffles pecah.
“I… I’m… I’m al… I’m already get out from here, my Greys.”
“How can?” Tanyaku bingung.
“Thanks for everything. Our love is the only precious thing
that I bought to my final rest. Love you, Greyson Michael Chance.” Tangan
Raffles menunjuk kepada kereta dorong mayat yang tadi melintas di depanku.
Aku membuka selimut yang menyelimuti sosok mayat itu. Dan bertapa
kagetnya aku mengetahui bahwa yang berada di sana adalah CHEYENNE-KU!.
Aku menoleh kebelakang tempat tadi
Raffles berada. Hanya untuk memastikan ia masih berada di sana. Tetapi tidak.
Ia tidak ada di sana.
Sekarang, sosok tubuh Rafflesia Edelweis
Cheyenne-ku tersenyum lemah di hadapanku. Pandanganku kabur. Rasanya seakan aku
telah tertusuk 11 bilah pedang tepat di jantungku. Kenapa??
Good bye or see you………?
“Dok, jelasin apa yang terjadi?” Aku
menerobos masuk ke dalam ruangan itu.
“We did our best. Tetapi kondisinya
sangat down. Kami juga tidak tahu mengapa. Kondisinya sungguh baik kemarin.
Tetapi hari ini ia telah meregang nyawa.” Jawabnya.
Aku sangat ingin membantahnya,
tetapi aku tidak bisa…
***
“Greyson!” Alexa, Tanner, Lauren dan
Corbin mendatangiku.
“Greys, keep patient. We all here
for you, bro.” Said Tanner. Tetapi aku butuh waktu untuk sendiri.
Aku memutuskan untuk melihat Raffles
sekali lagi…
Aku mengelus rambutnya. Kulitnya
terasa sedingin es. Padahal kemarin, kulit ini begitu hangat dan… hidup. Aku
tak kuasa untuk menahan air mataku agar tidak kembali keluar.
“I will always love you. You’re
always live in my heart. Even just yesterday, you were mine. You’re always be
mine. Yesterday, forever and always.” Ucapku sebelum mencium bibirnya untuk
yang terakhir. Ciuman itu dingin. Dan Unresponsed.
“Could you wake up?” Tanyaku lemah.
“Could you?” Tangisanku semakin deras, suaraku semakin meninggi. “RAFFLESIA EDELWEIS
CHEYENNE?!” Tanpa sadar aku berteriak. “WHY ARE YOU LEAVING ME ALONE?!” Teriakanku
semakin tak terkendali. Aku menggoyang-goyangkan jasad Raffles, usaha
terakhirku untuk membuatnya sadar.
Alexa berhambur masuk dan menahanku,
“YOU MUST LET HER GO, GREYS!” Teriakannya menyadarkanku.
I admit that, I must let her go… But
I just can’t…
^^^
April 20th 2012: Asian
Tour in Indonesia
Karirku semakin menanjak. Aku
melihat antusiasme para enchancers. Aku merasa sangat beruntung memiliki
mereka. Aku juga merasa beruntung memiliki seseorang yang mencetuskan kata
enchancers itu…
Aku tidak perduli mereka semua
mengira aku belum move on dari Lauren. Sesungguhnya masih ada satu gadis lagi
di hatiku, sampai sekarang. Dan 8 hari lagi, Greyson Day yang aku jalani tanpa
‘dia’. Jangan kalian kira aku tidak merasa bersalah tidak membuka rahasia ini.
Aku hanya merasa tidak dapat berbagi Rafflesia Edelweis Cheyenne dengan
siapapun.
^^^
‘Butuh waktu satu detik
untuk jatuh cinta dengannya. Butuh waktu satu hari untuk mengenalnya. Butuh
waktu satu tahun untuk bertemu dengannya lagi. Tetapi butuh waktu sepanjang
hidup untuk melupakannya. Rafflesia Edelweis Cheyenne. Putri Bangkaiku yang
telah pergi. Meninggalkanku. Bangkai Indah yang telah membingkai hatiku.”
^^^
“Come away with me, it’s gonna be
allright. You’ll see. You’ll see. Come away with me.” Bait-bait terakhir lagu
Summertrain yang ku lantunkan pada konser malam ini. Selanjutnya, laguku untuk
Rafflesia Edelweis Cheyenne, Cheyenne.
Jariku menarikan tarian rindu diatas
tuts-tuts hitam putih pianoku, “Woouo…
Woouo… Woouo… Woouo… Wo… Woouo… Woouo… Wooou… Wooouo… Wo… Cheyenneeeeeeeee”
---
THE END
---

Huaaa ceritanya bagus kak, endingnya nusuk banget :')
ReplyDeleteMakasih yahhh. Glad you like ittt;)
DeleteOh iya itu yang konser, harusnya Summer Train bukan Summertime =)
ReplyDeleteUpsss, typoooo._.V Makasih udah diingetin yahh:D
DeleteKEREN! KEREN BANGET SUMPAH!!
ReplyDeleteTERIMAKASIHHHH:') GLAD YOU LIKE THIS:D
Delete